Proses anaerobik terbagi menjadi 2 fase proses
utama, yaitu proses liquefaksi dan proses gasifikasi. Proses liquefaksi dimulai
dengan hidrolisis atau pemecahan senyawa organik kompleks menjadi senyawa yang
lebih sederhana terutama senyawa yang bersifat asam. Selain itu juga terjadi
reaksi pengubahan piruvat dan hidrogen menjadi asam organik terutama asam
lemak, alkohol dan karbondioksida (CO2). Proses yang selanjutnya
yaitu proses gasifikasi. Proses ini terjadi konversi dari asam organik, asam
lemak dan alkohol menjadi gas methana (CH4), karbondioksida (CO2)
dan hidrogen sulfida (H2S) (Gerardi, 2003).
Berikut merupakan kondisi lingkungan lain yang
dibutuhkan selama proses anaerobik (Gerardi, 2003), yaitu:
1) Kondisi anaerobik. Ketiadaan udara (oksigen)
selama proses diperlukan secara kontinu untuk menciptakan kondisi anaerobik
secara terus menerus, karena keberadaan udara dapat menggangu proses yang
berlangsung. Bakteri pembentuk methana tidak tahan terhadap udara walau sangat
sedikit. Reaktor yang tertutup akan membantu menciptakan kondisi anaerobik.
2) Temperatur. Temperatur sangat mempengaruhi
aktivitas bakteri pembentuk methana. Bakteri pembentuk methana bekerja optimal
pada temperatur 36 – 39 oC. Temperatur diluar tersebut dapat
mempengaruhi keaktifan bakteri pembentuk methana. Bakteri pembentuk methana
dapat terpengaruh dengan perubahan temperatur walau hanya 1 oC
setiap harinya. Perubahan temperatur 2 oC dapat menurunkan kemampuan
bakteri pembentuk methana dalam mengkonsumsi asam volatil yang menyebabkan
turunnya kemampuan buffer dan dapat menyebabkan turunnya pH reaktor. Apabila
hal ini terus dibiarkan, akan menyebabkan terakumulasinya asam volatil dan
dapat merusak proses anaerobik.
3) pH. Bakteri pembentuk asam dapat hidup dengan
kondisi pH diatas 5, sedangkan bakteri pembentuk methana terganggu dengan pH
dibawah 6,7. Sehingga pH yang paling baik untuk proses anaerobik reaktor yaitu
7,2 – 7,6. pH dalam reaktor sangat ditentukan oleh jumlah asam volatil yang
terbentuk dan alkalinitas reaktor.
4) Asam volatil. Produksi asam volatil diatur dengan
volume limbah yang diumpankan dalam reaktor. Dalam keadaan reaktor baik,
kecepatan konsumsi asam volatil sama dengan kecepatan produksinya. Dalam
kondisi tersebut, asam volatil berada dalam kontrol. Hal itu menandakan
populasi antara grup bakteri pembentuk methana dan bakteri pembentuk asam
berada dalam jumlah yang setara. Nilai asam volatil (VFA) yang aman untuk
reaktor berkisar 50 – 300 ppm untuk keadaan reaktor normal. Apabila nilai VFA berkisar
500 – 1000 ppm mempunyai margin safety yang sangat kecil. Apabila VFA mencapai
diatas 1000 ppm, proses anaerobik harus segera dilakukan tindakan untuk
mengembalikan VFA ke level normal.
Tabel
2.2 Daftar asam volatil yang umum ditemui dalam digester anaerobik
Asam volatil
|
Jumlah atom C
|
Rumus Kimia
|
Format
|
1
|
HCOOH
|
Asetat
|
2
|
CH3COOH
|
Propionat
|
3
|
CH3CH2COOH
|
Butirat
|
4
|
CH3(CH2)2COOH
|
Asam valerat
|
5
|
CH3(CH2)3COOH
|
Asam isovalerat
|
5
|
(CH3)2CHCH2COOH
|
Asam kaproat
|
6
|
CH3(CH2)4COOH
|
5) Alkalinitas. Kestabilan proses dapat ditentukan
dari kemampuan reaktor dalam mempertahankan dari perubahan pH. Hal ini biasa
disebut sebagai kapasitas buffer dan ditentukan sebagai alkalinitas. Selama
proses anaerobik, bakteri pembentuk methana juga memproduksi beberapa senyawa
buffer seperti bikarbonat, karbonat dan ammonia. Selain dari produk samping
dari bakteri pembentuk methana, senyawa alkalinitas tersedia dari limbah yang
diumpankan. Apabila asam volatil berlebih, maka asam volatil akan bereaksi
dengan senyawa alkalinitas. Apabila asam volatil berlebih dan tidak sebanding
dengan senyawa alkalinitas maka penurunan pH akan terjadi. Untuk meningkatkan
alkalinitas kembali ke normal dibutuhkan senyawa semacam lime, soda ash,
caustic soda ataupun ammonia. Nilai alkalinitas yang aman yaitu 2500 – 5000
ppm, apabila dibawah tersebut pH reaktor rentan mengalami penurunan pH
tiba-tiba.
6.
Senyawa toksik. Sangat penting sekali untuk menghindarkan senyawa toksik dari
memasuki proses anaerobik karena mampu menghambat aktivitas bakteri dan dapat
membuat kegagalan proses. Contoh senyawa-senyawa yang toksik untuk bakteri
yaitu arsenic (As), barium (Ba), cadmium (Cd), chromium (Cr), timbal (Pb),
mercury (Hg), selenium (Se), dan perak (Ag).
Pustaka
Gerardi, MH (2003). The microbiology of anaerobic digesters. USA : John Wiley & Sons, Inc.
No comments:
Post a Comment